Apak Ucin dipekan sari.
anonymous | Posted on 14.4.2009 at 3:49 PM
Kisah mereka laung reformasi. Laungkan revolusi- revolusi jalan-jalan raya sesak pekat tersekat orang banyak berarak aku garu-garu dahi, aku tidak mengerti aku hanya mahu cari rezeki. Mereka jerit inflasi teriak-teriakkan subsidi tol di lebuh raya minyak untuk gadis scooter dan kapcai lama. Aku usap-usap lantin basikal tua dan selipar jepun yang lusuh cabuk tapaknya aku hanya mahu sikit beras dan ikan yang jarang-jarang turun harga... Mereka melalak korupsi tempik-tempikkan hipokrasi mahu kira isi kotak undi lambang undi pilih mana satu mahu tukar pak-pak menteri satu yang aku tidak mengerti, bolehkah pak menteri yang baru itu nanti memberi aku sesuap nasi?
iDAN: Emmm! bertukar menteri yang baru pun... kita rakyat marhaen tak rasa amat bedanya kehidupan ini. Adalah sedikit penjimatan tapi bukan semua yang merasainya.
KIta sendiri tidak pasti berada di dalam golongan yang mana, maka itu jangan kita begitu yakin dengan kumpulan mana kita berada jika berjuang dalam menegakkan pemerintahan. Politik selalunya amat kotor, tetapi kita dapat melihat dengan jelas bagaimana kehidupan pemimpin kita bila diberikan kuasa.
Keliru itu terkadang membuatkan kita jadi si katak, lompat ke golongan lain. Sedangkan Mantan-Mantan PM kita pun begitu.
Perjuangan Islam itu yang penting, secara peribadi aku berpendapatan hanya Ilahi, Allah Azzwajalla sahaja yang akan memberikan kita pertunjuk atau NUR dalam menentukan siapa yang kita pilih. Keterbukaan hati kita menerima seorang pucuk pimpinan itu hanya Dia nan Esa dapat menentukan.
Perlu juga diingat Orang Gila di jalanan itu tempatnya sudah tentunya di Syurga, lantaran tidak waras dia selamat dari hukuman. Kita manusia berakal tidak boleh berpura-pura gila. Jadi bagiku yang telah tua terkadang terfikir, jika kita dilahirkan di dalam hutan menjadi Orang Asli tidak langsung terima wahyu atau dakwah Islam martabatnya lebih tinggi dari kita yang keliru dunia ini setelah mengaku Islam.
Lagi pun di dunia ini ada 73 golongan; apakah kita pasti kita di golongan mana. Siapakah golongan kita yang memang totali mengamalkan amalan golongan Ahlussunnah wal Jama’ah ini. Ada juga yang berpendapat tak semesti golongan Ahlussunnah wal Jama’ah sahaja yang benar; Asalkan kita berpegang dengan Al Quran & As Sunnah
Yang pasti jangan lepaskan Islam itu dari dalam Hati & Jiwa kita.
Artikel dari internet yang elok kita amati.
Jawaban Terbaik Tentang 73 Golongan - Dipilih oleh Penanya
Imam Turmudzi, Abu Dawud dan Ibn Majah, masing-masing dalam kitab Sunan-nya meriwayatkan hadits tentang penggolongan umat Islam menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan atau firqoh, dan hanya satu golongan di antaranya yang selamat dari ancaman siksa neraka, yaitu golongan yang konsisten pada ajaran Nabi Muhammad SAW dan para Sahabatnya (Jama’ah) atau yang kemudian disebut dengan sebutan Ahlussunnah wal Jama’ah. Menurut Imam Abdul Qahir al-Baghdadi (w. 429 H/1037 M) sebagaimana disebut dalam karya monumentalnya, Al-Farq bainal-Firaq hadits tersebut diriwayatkan dari beberapa sumber sanad, antara lain; Anas bin Malik, Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin ‘Amr, Abu Umamah dan Watsilah bin al-Asqa.
Respon para ulama kalam terhadap hadits tersebut ternyata tidak sama. Setidaknya, ada tiga macam respon yang diberikan;
Pertama, hadits-hadits tersebut digunakan sebagai pijakan yang dinilainya cukup kuat untuk menggolongkan umat Islam menjadi 73 firqah, dan di antaranya hanya satu golongan yang selamat dari neraka, yakni Ahlussunnah wal Jama’ah. Di antara kelompok ini antara lain; Imam Abdul Qahir al-Baghdadi (Al-Farq bainal-Firaq), Imam Abu al-Muzhaffar al-Isfarayini (at-Tabshir fid Din), Abu al-Ma’ali Muhammad Husain al-‘Alawi (Bayan al-Adyan), Adludin Abdurrahman al-Aiji (al-Aqa’id al-Adliyah) dan Muhammad bin Abdulkarim asy-Syahrastani (al-Milal wan Nihal). Ibn Taimiyyah dalam Majmu’ Fatawa (vol-3) menilai bahwa hadits tersebut dapat diakui kesasihannya.
Kedua, hadits-hadits tersebut tidak digunakan sebagai rujukan penggolongan umat Islam, tetapi juga tidak dinyatakan penolakannya atas hadits tersebut. Di antara mereka itu, antara lain; Imam Abu al-Hasan Ali bin Isma’il al-Asy’ari (Maqalatul Islamiyyin wa ikhtilaful Mushollin) dan Imam Abu Abdillah Fakhruddin ar-Razi (I’tiqadat firaqil Muslimin wal Musyrikin). Kedua pakar ilmu kalam ini telah menulis karya ilmiahnya, tanpa menyebut-nyebut hadits-hadits tentang Iftiraq al-Ummah tersebut. Padahal al-Asy’ari disebut sebagai pelopor Ahlussunnah wal Jama’ah.
Ketiga, hadits Iftiraqul Ummah tersebut dinilai sebagai hadits dla’if (lemah), sehingga tidak dapat dijadikan rujukan. Di antara mereka adalah Ali bin Ahmad bin Hazm adh-Dhahiri, (Ibn Hazm, al-Fishal fil-Milal wal-Ahwa’ wan-Nihal).
Pengertian firqah atau golongan dalam hadits tersebut, oleh para ulama dan para ahli tersebut, berkaitan dengan Ushuluddin (masalah-masalah agama yang fundamental dan prinsipil), bukan masalah furu’iyyah atau fiqhiyyah yang berkaitan dengan hukum-hukum amaliyah atau yang kerap disebut sebagai masalah khilafiyah, semacam qunut shalat subuh, jumlah raka’at tarawih, ziarah kubur, dan lain-lain.
Syeikh Muhammad Muhyiddin Abdul-Hamid, seorang ulama’ yang banyak men-tahqiq karya-karya unggulan dalam ilmu kalam, seperti karya Imam al-Asy’ari, al-Baghdadi di atas, menyatakan kesulitannya untuk memperoleh hitungan yang valid terhadap firqoh-firqoh baru, seperti Ahmadiyah dan lain-lain.
Demikian itulah masalah yang muncul dari hadits 73 firqoh. Selain itu, ada masalah-masalah lain yang masih memerlukan studi lebih lanjut yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiyyah dan diniyyah, seperti; apa yang dijadikan parameter untuk menentukan suatu kelompok umat ini menjadi firqah tertentu yang mandiri yang berbeda statusnya dari kelompok lain. Lalu, apa sebetulnya yang paling banyak menjadi pemicu timbulnya firqah-firqah tersebut?
Terakhir, sejauhmana peran realitas historis dan kultural dalam mempengaruhi perjalanan dan dinamika firqah-firqah tersebut. Tentu saja, masih banyak lagi yang perlu dikaji lebih lanjut.
Jika kita rajin membaca & berguru dengan Ulamak yang menyakinkan insyaAllah kita akan mendapat pertunjuk dari Dia nan Esa.
anonymous | Posted on 14.4.2009 at 3:49 PM
Kisah mereka laung reformasi. Laungkan revolusi- revolusi jalan-jalan raya sesak pekat tersekat orang banyak berarak aku garu-garu dahi, aku tidak mengerti aku hanya mahu cari rezeki. Mereka jerit inflasi teriak-teriakkan subsidi tol di lebuh raya minyak untuk gadis scooter dan kapcai lama. Aku usap-usap lantin basikal tua dan selipar jepun yang lusuh cabuk tapaknya aku hanya mahu sikit beras dan ikan yang jarang-jarang turun harga... Mereka melalak korupsi tempik-tempikkan hipokrasi mahu kira isi kotak undi lambang undi pilih mana satu mahu tukar pak-pak menteri satu yang aku tidak mengerti, bolehkah pak menteri yang baru itu nanti memberi aku sesuap nasi?
iDAN: Emmm! bertukar menteri yang baru pun... kita rakyat marhaen tak rasa amat bedanya kehidupan ini. Adalah sedikit penjimatan tapi bukan semua yang merasainya.
KIta sendiri tidak pasti berada di dalam golongan yang mana, maka itu jangan kita begitu yakin dengan kumpulan mana kita berada jika berjuang dalam menegakkan pemerintahan. Politik selalunya amat kotor, tetapi kita dapat melihat dengan jelas bagaimana kehidupan pemimpin kita bila diberikan kuasa.
Keliru itu terkadang membuatkan kita jadi si katak, lompat ke golongan lain. Sedangkan Mantan-Mantan PM kita pun begitu.
Perjuangan Islam itu yang penting, secara peribadi aku berpendapatan hanya Ilahi, Allah Azzwajalla sahaja yang akan memberikan kita pertunjuk atau NUR dalam menentukan siapa yang kita pilih. Keterbukaan hati kita menerima seorang pucuk pimpinan itu hanya Dia nan Esa dapat menentukan.
Perlu juga diingat Orang Gila di jalanan itu tempatnya sudah tentunya di Syurga, lantaran tidak waras dia selamat dari hukuman. Kita manusia berakal tidak boleh berpura-pura gila. Jadi bagiku yang telah tua terkadang terfikir, jika kita dilahirkan di dalam hutan menjadi Orang Asli tidak langsung terima wahyu atau dakwah Islam martabatnya lebih tinggi dari kita yang keliru dunia ini setelah mengaku Islam.
Lagi pun di dunia ini ada 73 golongan; apakah kita pasti kita di golongan mana. Siapakah golongan kita yang memang totali mengamalkan amalan golongan Ahlussunnah wal Jama’ah ini. Ada juga yang berpendapat tak semesti golongan Ahlussunnah wal Jama’ah sahaja yang benar; Asalkan kita berpegang dengan Al Quran & As Sunnah
Yang pasti jangan lepaskan Islam itu dari dalam Hati & Jiwa kita.
Artikel dari internet yang elok kita amati.
Jawaban Terbaik Tentang 73 Golongan - Dipilih oleh Penanya
Imam Turmudzi, Abu Dawud dan Ibn Majah, masing-masing dalam kitab Sunan-nya meriwayatkan hadits tentang penggolongan umat Islam menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan atau firqoh, dan hanya satu golongan di antaranya yang selamat dari ancaman siksa neraka, yaitu golongan yang konsisten pada ajaran Nabi Muhammad SAW dan para Sahabatnya (Jama’ah) atau yang kemudian disebut dengan sebutan Ahlussunnah wal Jama’ah. Menurut Imam Abdul Qahir al-Baghdadi (w. 429 H/1037 M) sebagaimana disebut dalam karya monumentalnya, Al-Farq bainal-Firaq hadits tersebut diriwayatkan dari beberapa sumber sanad, antara lain; Anas bin Malik, Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin ‘Amr, Abu Umamah dan Watsilah bin al-Asqa.
Respon para ulama kalam terhadap hadits tersebut ternyata tidak sama. Setidaknya, ada tiga macam respon yang diberikan;
Pertama, hadits-hadits tersebut digunakan sebagai pijakan yang dinilainya cukup kuat untuk menggolongkan umat Islam menjadi 73 firqah, dan di antaranya hanya satu golongan yang selamat dari neraka, yakni Ahlussunnah wal Jama’ah. Di antara kelompok ini antara lain; Imam Abdul Qahir al-Baghdadi (Al-Farq bainal-Firaq), Imam Abu al-Muzhaffar al-Isfarayini (at-Tabshir fid Din), Abu al-Ma’ali Muhammad Husain al-‘Alawi (Bayan al-Adyan), Adludin Abdurrahman al-Aiji (al-Aqa’id al-Adliyah) dan Muhammad bin Abdulkarim asy-Syahrastani (al-Milal wan Nihal). Ibn Taimiyyah dalam Majmu’ Fatawa (vol-3) menilai bahwa hadits tersebut dapat diakui kesasihannya.
Kedua, hadits-hadits tersebut tidak digunakan sebagai rujukan penggolongan umat Islam, tetapi juga tidak dinyatakan penolakannya atas hadits tersebut. Di antara mereka itu, antara lain; Imam Abu al-Hasan Ali bin Isma’il al-Asy’ari (Maqalatul Islamiyyin wa ikhtilaful Mushollin) dan Imam Abu Abdillah Fakhruddin ar-Razi (I’tiqadat firaqil Muslimin wal Musyrikin). Kedua pakar ilmu kalam ini telah menulis karya ilmiahnya, tanpa menyebut-nyebut hadits-hadits tentang Iftiraq al-Ummah tersebut. Padahal al-Asy’ari disebut sebagai pelopor Ahlussunnah wal Jama’ah.
Ketiga, hadits Iftiraqul Ummah tersebut dinilai sebagai hadits dla’if (lemah), sehingga tidak dapat dijadikan rujukan. Di antara mereka adalah Ali bin Ahmad bin Hazm adh-Dhahiri, (Ibn Hazm, al-Fishal fil-Milal wal-Ahwa’ wan-Nihal).
Pengertian firqah atau golongan dalam hadits tersebut, oleh para ulama dan para ahli tersebut, berkaitan dengan Ushuluddin (masalah-masalah agama yang fundamental dan prinsipil), bukan masalah furu’iyyah atau fiqhiyyah yang berkaitan dengan hukum-hukum amaliyah atau yang kerap disebut sebagai masalah khilafiyah, semacam qunut shalat subuh, jumlah raka’at tarawih, ziarah kubur, dan lain-lain.
Syeikh Muhammad Muhyiddin Abdul-Hamid, seorang ulama’ yang banyak men-tahqiq karya-karya unggulan dalam ilmu kalam, seperti karya Imam al-Asy’ari, al-Baghdadi di atas, menyatakan kesulitannya untuk memperoleh hitungan yang valid terhadap firqoh-firqoh baru, seperti Ahmadiyah dan lain-lain.
Demikian itulah masalah yang muncul dari hadits 73 firqoh. Selain itu, ada masalah-masalah lain yang masih memerlukan studi lebih lanjut yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiyyah dan diniyyah, seperti; apa yang dijadikan parameter untuk menentukan suatu kelompok umat ini menjadi firqah tertentu yang mandiri yang berbeda statusnya dari kelompok lain. Lalu, apa sebetulnya yang paling banyak menjadi pemicu timbulnya firqah-firqah tersebut?
Terakhir, sejauhmana peran realitas historis dan kultural dalam mempengaruhi perjalanan dan dinamika firqah-firqah tersebut. Tentu saja, masih banyak lagi yang perlu dikaji lebih lanjut.
Jika kita rajin membaca & berguru dengan Ulamak yang menyakinkan insyaAllah kita akan mendapat pertunjuk dari Dia nan Esa.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan